Monday, April 8, 2013

Disini Dingin

"How's life?"
"Maksudmu?"
"Bagaimana hidupmu? Bahkan untuk sekedar pertanyaan sederhana kau membutuhkan sebuah perulangan. Ya Tuhan!"
"Membosankan dengan cara yang sangat menyenangkan, yang kau tau tak pernah sesederhana itu."

"Miskin tawa?"
"Untungnya untuk hal itu aku benar-benar kaya."
"Miskin makna?"
"Entahlah."
"Lalu apa?
"Aku lelah. Kau begitu perseptif; yang mana selalu bisa aku terima; dan menghakimi serta interogatif; yang menjadikan tak ada beda antara kau dan mereka."

"Dan kau baru saja menghakimiku atas penghakimanku kepadamu! Tolong jelaskan!"
"Kau begitu bising!"
"Semua akan benar-benar sunyi hanya saat kau benar-benar mati."
"Keras kepala!"
"Aku dan kau tak pernah benar-benar sama, pun tak perlu benar-benar jadi berbeda."
"Sungguh kau si bodoh yang tak kunjung pintar!"
"Siapa yang tidak? Kita terlahir bodoh dan telanjang. Bulat-bulat."
"Bagaimana dengan mereka? Mereka yang tercitra pintar, rapih, benar dan baik?"
"Hormati mereka, semua hanya masalah pilihan berbusana, dan kaca mata."
"Seperti cara mereka menghormatiku? Seperti cara mereka menghakimiku? Cuh!"

"Maka jelaskan pada mereka."
"Jika aku telah telanjang, apa lagi yang harus kujelaskan? Untuk apa? Untuk menjadikan kritik satir kehilangan maknanya? Akan bermuara seperti menjelaskan lelucon yang hanya akan membuatnya kehilangan tawanya. Apa dengan begitu mereka akan mengerti? Iya. Apa dengan begitu mereka akan berusaha memahami? Tidak kurasa!"
"Dan kau baru saja menenggelamkankan mereka dalam samudera makna!"
"Tak akan jika mereka tak ingin. Toh jika mereka sanggup begitu mengenaliku, menghakimiku, bagaimana mungkin mereka tak sanggup mengenali diri mereka sendiri?"

"Maka kita akan hidup dan mati seperti puisi."
"Maksudmu?"
"Tak ada yang benar-benar memahami, benar-benar berhak menghakimi maknanya, terkecuali Penciptanya."
"Yang Maha Tenang, lagi Maha Menenangkan."

***

"So, how's life?"
"Maksudmu?"
"Langit gelap dengan daun dan ranting basah yang menguarkan aromanya, tidakkah kau suka?"

"Disini dingin."

Menatap langit menyimak hujan, sendirian. Untuk apa kita berhutang ketenangan?

No comments:

Post a Comment