Thursday, April 7, 2011

Valentina

Kamis malam itu saya sedang gak ada kerjaan, membuka jejaring sosial dan ternyata datang undangan dari il Barone, salah satu petinggi sezione. Undangan nonton bareng Inter vs Milan. Terihat seperti partai yang gak bisa dilewatkan. Derby Della Madoninna, salah satu partai paling akbar di Italia.

Minggu dini hari, setengah satu pagi. Berkostum Franco 'il Capitano' Baresi nomor punggung enam berwarna kebesaran Merah Hitam, bersama seorang teman saya segera meluncur ke Pancoran. Di tengah perjalanan sepintas hidung mencium bau hangus. Tapi waktu semakin menipis dan gak mengijinkan untuk lebih jauh mengendus.

Tidak mungkin bau ayam bakar, lebih mirip busi yang mulai terbakar.

Jam dua dinihari Derby Della Madoninna mulai dilangsungkan, dan pada akhirnya menemukan tim yang tepat untuk menjadi pemenangnya. Diawali dengan 'Inno Milan', diakhiri dengan 'Saluta della Capolista !'.

Dengan hati senang saya segera berjalan ke parkiran. Berencana segera pulang dan ternyata si motor gak mau nyala. 

Oh Valentina, Valentina Pezzo di Merda !

***

Valentina dulu gak begini. Valentina sekarang gak tau diri. Bangsat, keparat, motor jalang mogok jalan gak tau waktu dan tempat.

Valentina dulu gak begini. Valentina sekarang gak tau diri. Gak mau dinaiki, menuntut sang majikan berjalan kaki.

Valentina dulu gak begini. Valentina sekarang gak tau diri. Gak mau dinaiki, bahkan saat sang majikan kepergok dan terancam mati konyol digebuki puluhan Interisti.

Valentina dulu gak begini. Valentina sekarang gak tau diri. Tiap tetesan olimu, hembusan asap knalpotmu, buramnya kaca spionmu, redupnya lampu speedometermu, semua jasa-jasamu, seakan hilang bak ditelan bumi.

Valentina dulu gak begini. Valentina sekarang gak tau diri.

***

Tapi pada akhirnya saya sadar bahwa saya gak boleh egois, mementingkan diri sendiri. Mungkin Valentina juga ingin dimengerti. Valentina dalah motor betina. Siapa tau waktu itu dia sedang PMS atau sindrom sebelum haid. Alasan umum untuk menjadikan pola bertingkah laku menjadi jauh lebih rumit.

Pada akhirnya Valentina akan tetap menjadi Valentina. Valentina yang setia menemani saya menyusuri macetnya ibukota, Valentina yang gak pernah tinggal diam saat saya kelaparan di tengah malam, Valentina yang sudah cukup mengerti bagaimana cara menghadapi tingkah hewani kaleng besi metromini.

cinta kami tak punya awal, tak pernah berpangkal

Kita akan bersama menaklukan kerasnya aspal ibukota. Jadi mari mencoba lebih mesra, Valentina.

2 comments: