Saturday, April 2, 2011

Simbiosis Realistis

Untuk beberapa orang dan dalam beberapa fase kehidupan, hidup mungkin berarti simbiosis  antara meremehkan dan diremehkan. Akan menjadi sebuah keniscayaan karena setiap orang pasti punya bekal kesombongan, merasa lebih baik, atau mungkin menutupi rasa panik.

Sebuah ironi, tapi sangat manusiawi.

Sudah bosan meremehkan, sudah kebal diremehkan. Menganggap meremehkan, atau diremehkan, adalah aksesoris wajib dalam kehidupan. Sudah barang tentu diremehkan seringkali menyakitkan, tapi bahkan rasa sakit gak boleh merubah pandangan bahwa sebenarnya mereka, kaum yang meremehkan,  sedang mencitrakan segala sesuatunya menjadi berkali lipat lebih sulit, jauh lebih rumit.

Mereka yang meremehkan akan merasa tinggi, seenak udelnya membanggakan diri sendiri. Merasa cukup pantas menunjuk-nunjuk, memvonis yang lain ternilai buruk. Tersenyum tipis sayangnya sinis. Kadang kurang realistis, kadung disibukkan vonis.

Mereka yang diremehkan mencoba tampak baik-baik saja, bahkan saat ditunjuk hidungnya. Kadang tanpa pembelaan, kadung terpojokkan. Terpojokkan dan kemudian akan memilih diam. Sayangnya, diam gak selalu berarti diam.
  
Meremehkan, atau diremehkan, itu pohonnya. Dendam, adalah buahnya.

Saat tiba musim semi kita pasti akan mengerti kapan waktu yang tepat untuk mulai mengasah belati. Pastikan cukup kuat, dan tajam. Akan sangat berguna membantu memanen buah yang sudah mereka tanam.

Because this life is worth to living, this fight is worth to fighting.

Dan dendam, adalah makanan yang enak disajikan dingin.

No comments:

Post a Comment