Tengah
tahun tak semestinya jadi musim penghujan, apalagi hujan yang lama dan panjang
dan awet, lebih awet dari kisah kasih
cinta monyet. Air tak henti hentinya menetes dari langit dari ujung daun dari
genting dari talang rumah tetangga yang sudah dua bulan lamanya tak kau sapa.
Langit tak bosan bosan berawan mendung, persis seperti air muka yang nampak
selalu murung.
Kisah kasih-kasihan yang karam akan mengajarkanmu bahwa untuk menjadi murung bukanlah
perihal yang sulit-sulit benar. Akan ada sepetak ruang yang hanya bisa kau buka saat punya sekodi rasa berani dan sekepal rasa tegar. Mungkin kemarin, nanti, esok, tak akan pernah,
atau entah. Terakhir
kali saat kau buka tempo hari ruang itu masih saja penuh irisan-irisan
kenangan, ah ruam-ruam yang belum juga mengering.
Sisa hujan
menetes di sisa malam yang semakin kuyup semakin dingin semakin berat dan
tersisa hanya sepertiganya saja. Air yang mengalir deras di kanal tengah kota
akan menghanyutkan apa saja, kecuali sisa-sisa luka. Anjing melolong lantang,
dan panjang, saat jangkrik merintih lirih, dan pelan, seperti puncak main cinta
yang tertahan.
Tapi hidup
adalah perihal memberi, menerima, dan merelakan pergi yang ada dan yang pernah
ada. Diantara ketiganya merelakan pergi adalah urusan yang tak pernah mudah, pun
begitu dengan mengaku salah, dan mengaku kalah. Tapi oh sayang, bukankah
kebenaran tak pernah hadir dalam rupa yang telanjang? Maka kenyataan adalah
barisan kesalahan dan kekalahan dan kepahitan, dan kepura-puraan, yang harus bulat-bulat ditelan atau ditenggak pelan-pelan.
Di ujung
malam genangan ciptaan hujan memantulkan cahaya tapi kenangan adalah musuh
raksasa yang bisa tiba semaunya saja. Kau menengadah berharap menatap
langit dan awan dan sedikit bintang, tapi yang nampak hanyalah kelambu yang
remang-remang dan kelabu yang bergoyang-goyang. Sendu menelungkupi kota dan apa
saja dan air mukamu dan sepetak ruang itu. Angin subuh pergi dan datang kembali
tanpa permisi menembus jendela, memporak porandakan sepetak ruangmu tanpa sisa,
lantas membasuh relung hati manusia-manusia yang sedang kecewa.
Ayam
berkokok. Adzan berkumandang. Lampu teras dimatikan. Malam mulai turun, harapan musti mulai naik.
No comments:
Post a Comment