Mogok kerja. Salah satu; jika tidak boleh dikatakan satu-satunya; senjata buruh miskin yang ditakuti saudaga-saudagar mereka nan kaya raya. Sayangnya saat ini para buruh tidak sedang berada di tahun sembilan belas dua puluh, dimana saat itu dengan belum adanya peraturan perundang-undangan hingga dua puluh ribuan pekerja sejumlah pabrik gula di seantero Pulau Jawa bisa mogok kerja dengan mudahnya.
Foto dokumentasi bukan milik pribadi |
Setelah melewati tahun-tahun yang bebek belur dan moral marit pada 2011 dan 2012, sebagian pucuk pimpinan serikat buruh mengatakan bahwa 2013 adalah tahun kemenangan. Kebutuhan hidup layak (KHL) mengalami peningkatan dari 42 menjadi 60 item, disahkannya undang-undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), upah yang mengalami kenaikan (relatif) signifikan, dan diberlakukannya Peraturan Pemerintah tentang outsourcing alih daya adalah sebagian dari pencapaian yang ada, katanya. Belajar dari pengalaman tentang berbagai macam statement pesanan, maka tentu perlu penelitian lebih lanjut apakah angin surga benar-benar dirasakan di level akar rumput.
Jangan lupakan juga pertikaian antara satu serikat dengan serikat lainnya. Meskipun dulu Sarekat Islam (SI) versus Indische Sociaal-Democratische Vereeniging (ISDV) menunjukkan bahwa pertikaian adalah cerita biasa, jika pagar makan tanaman pada siapa kelas pekerja akan berpegangan tangan? Jika hanya berebut mengenyangkan perut dengan berbagai kepentingan parsial, apa bedanya kelas pekerja dengan para antek kapital?
Tanpa mogok kerja, adanya berbagai kerikil pertikaian, dan dengan kemenangan yang seharusnya tak boleh melenakan, sedari dulu buruh adalah rakyat kecil yg selaiknya tetap dan senantiasa jadi serigala bagi mereka, Saudagar Pelit Amoral Bergarba Besar.
Foto dokumentasi bukan milik pribadi |
"Awas! Awas! Soedara-soedara,
roekoen, roekoen.
....djangan seperti anak ketjil.
Ingatlah: Doerdjono hoera-hoera,
wong tani ditaleni. Djaman edan.
Kaoem Boeroeh Roekoenlah!
Roekoen membikin koeat
dan koeat menambah selamat.
Kaoem Boeroeh, koempoellah djadi satoe!"
(Sinar Djawa, Senen 22 April 1918)
No comments:
Post a Comment